Tuesday, August 22, 2017

Situs Batujaya, candi-candi masa Tarumanegara di Tengah Sawah

Langit cerah berwarna pucat di atas wilayah Karawang menemani kami, 25 peserta Plesiran Tempo Doeloe, menelusuri pematang beton yang membelah kawasan persawahan menuju situs percandian Batujaya. Berjalan paling depan adalah Pak Dwi Cahyono, peneliti sejarah dan arkeologi, beserta Pak Kaisin, sesepuh Desa Segaran yang sudah berusia lebih dari 80 tahun. Cuaca hari itu lumayan panas, namun kami tetap bersemangat melihat situs candi tertua di Jawa Barat, yang bahkan diduga lebih tua dibandingkan Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Situs percandian Batujaya terletak 50 km di ke arah timur dari Jakarta, atau 47 km ke arah barat laut dari pusat Kota Karawang, tepatnya di kawasan Teluk Karawang yang merupakan bagian dari Teluk Jakarta. Situs ini berada di wilayah seluas 5 km2, meliputi Desa Segaran di Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya di Kecamatan Pakis. Berdasarkan hasil analisis radiocarbon pada sekam padi yang terkandung dalam batu bata yang membangun candi, para ahli menduga Situs Batujaya dibangun pada abad 2-3 Masehi, menandai peralihan dari masa prasejarah menuju masa sejarah. Hasil analisa tersebut membuat situs Batujaya sering dikaitkan dengan Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kerajaan Hindu Waisnawa. Uniknya, temuan-temuan arkeologis di situs Batujaya menunjukkan bahwa candi-candi di Batujaya bukan merupakan candi Hindu, melainkan candi Buddha Mahayana. Hal ini membawa kesimpulan bahwa situs Batujaya bukanlah lokasi pusat kerajaan Tarumanegara.

Situs Batujaya mulai diketahui keberadaannya pada tahun 1984, ketika para peneliti dari tim survey arkeologi Universitas Indonesia akan meneliti Situs Cibuaya yang terletak tak jauh dari kawasan Batujaya. Menurut Pak Kaisin, penduduk Batujaya menyampaikan kepada para peneliti bahwa di Batujaya terdapat banyak temuan dalam bentuk batu bata. Para penduduk kemudian mengantarkan para peneliti untuk melihat “unur” (gundukan tanah) yang terdapat di kawasan persawahan. Setelah gundukan tersebut digali, ternyata di bawahnya terdapat struktur candi atau peninggalan purbakala lainnya. Sampai saat ini telah ditemukan 53 situs, yang terdiri dari 23 candi dan 30 unur yang belum digali. Dari 53 situs tersebut, baru 2 situs yang dipugar dan layak dikunjungi, yaitu Candi Jiwa (Candi Segaran 1) dan Candi Blandongan (Candi Segaran 5).

Candi pertama yang kami kunjungi adalah Candi Blandongan, yang letaknya paling jauh. Candi Blandongan mulai dipugar sejak tahun 2002. Nama Blandongan identik dengan pendopo, karena ketika masih berbentuk gundukan candi ini digunakan sebagai tempat beristirahat para gembala kambing. Kami sebenarnya tidak diijinkan mendekat ke bangunan candi, namun Pak Kaisin mengijinkan Pak Dwi untuk mendekat ke bangunan candi, sehingga dapat menjelaskan secara detail ornamen-ornamen pada bangunan candi.

Candi Blandongan
Pak Dwi memperlihatkan bahwa Candi Blandongan memiliki 4 pintu masuk di setiap penjuru. Pintu masuk utama diduga di sisi tenggara, yang ditandai bekas tiang untuk torana. Dari bentuknya, diduga bentuk asli Candi Blandongan adalah sebuah stupa, dengan adanya temuan bata berbentuk melengkung. Dijelaskan juga bahwa di bagian atas kaki candi terdapat sisa pagar langkan yang mengelilingi selasar, sehingga kemungkinan besar candi ini merupakan tempat ritual pradaksina. Pada selasar ini juga ditemukan jejak umpak, yang kemungkinan besar digunakan untuk tiang atap sepanjang selasar.

Dari Candi Blandongan, pak Dwi dan pak Kaisin membawa kami ke Candi Lempeng. Sejatinya situs ini tidak berbentuk bangunan candi, melainkan merupakan lempengan tutup dolmen atau peti mati kuno. Tutup dolmen ini semula dimiringkan untuk mengetahui apakah di bagian dalamnya terdapat inskripsi, namun tidak dikembalikan lagi ke posisi semula. Menurut pak Kaisin, lempeng batu tersebut sangat berat, bahkan 40 orang tidak kuat mengangkat lempeng batu tersebut, sehingga dibiarkan dalam kondisi miring. Di sekitar lokasi candi, terlihat beberapa unur. Menurut Pak Dwi, sebagian unur tersebut berisi struktur bangunan kuno yang sudah melalui tahap penelitian awal oleh para arkeolog, tinggal menunggu waktu untuk dapat digali dan diteliti lebih lanjut.

Candi Lempeng
Penjelajahan kami di situs Batujaya kami akhiri di Candi Jiwa. Candi yang dipugar sejak tahun 1990 ini mendapatkan namanya dari pengalaman penduduk. Menurut Pak Kaisin, daerah Batujaya sangat rawan banjir yang merupakan limpahan dari Ci Tarum yang hanya berjarak 1 km di sisi selatan dari Candi Jiwa. Jika terjadi banjir maka penduduk banyak mengungsi ke gundukan atau unur. Namun tiap kali para gembala kambing menempatkan kambingnya di gundukan yang berisi Candi Jiwa, maka kambing tersebut akan mati tanpa diketahui penyebabnya.

Candi Jiwa
Berbeda dengan Candi Blandongan yang memiliki tangga masuk di setiap penjuru, Candi Jiwa tidak memiliki tangga untuk naik ke bagian atas candi. Selain itu, selasar yang digunakan untuk pradaksina tidak terletak di atas kaki candi, melainkan dalam bentuk jalan setapak mengelilingi kaki candi. Di atas kaki candi, terlihat susunan batu bata bergelombang, seolah membentuk kelopak bunga teratai berukuran besar. Pak Dwi juga menjelaskan bahwa di Candi Jiwa banyak ditemukan tablet persembahan terakota yang berisi mantra (rapal doa) atau figure pantheon Buddha Mahayana, memperkuat dugaan para ahli bahwa bangunan Candi Jiwa diperuntukkan bagi penganut Buddha Mahayana.


Stupika yang Ditemukan di Candi Blandongan
Sebelum kembali ke Jakarta, kami menyempatkan untuk mengunjungi Museum Situs Cagar Budaya Batujaya. Bangunan yang digunakan untuk museum kecil ini awalnya adalah tempat penyelamatan hasil-hasil penelitian dan artefak hasil pemugaran, namun saat ini digunakan untuk memamerkan sebagian artefak hasil temuan, seperti stupika (stupa kecil) di candi Blandongan, tablet-tablet terakota, pecahan tembikar, dan kerangka manusia. Sebagian dari artefak yang ditemukan sudah dibawa untuk diteliti di Museum Nasional. Namun sebenarnya sebagian besar temuan disimpan di gudang yang terletak di dekat pintu masuk kawasan candi, menunggu untuk diteliti. Dengan masih banyak temuan yang harus diteliti, serta masih banyak unur yang harus digali, nampaknya masih banyak misteri Batujaya yang harus dipecahkan…

No comments: