Saturday, June 6, 2015

Selat Solo, Cita Rasa Kuliner Blasteran Jawa-Eropa

Di Solo ada selat? Ya, memang ada, tapi jangan bayangkan selatnya adalah laut antara dua pulau. Selat Solo adalah makanan khas Solo yang dipengaruhi gaya kuliner Eropa. Sekilas, hidangan ini seperti gabungan antara steak daging, salad sayuran, dan sup. Walaupun dipengaruhi kuliner Eropa, Selat Solo sudah menjadi salah satu trademark Kota Solo, dan dapat ditemui mulai dari warung lesehan hingga restoran papan atas.

Salah satu tempat yang happening banget untuk makan Selat Solo adalah Warung Mbak Lies di Serengan. Warung yang satu ini lokasinya ada di dalam gang, tepatnya Serengan Gg II No. 42. Tapi untuk menemukan tempatnya tidak sulit. Dari perempatan Serengan pergi ke arah Selatan hingga bertemu Gang II yang terletak di sisi kiri jalan. Akan terlihat papan petunjuk “Warung Selat Mbak Lies”. Jika membawa mobil, mobil bisa diparkir di lahan-lahan parkir yang tersedia di dalam gang, atau diparkir di tepi jalan besar. Perlu dicatat, walau sudah buka sejak tahun 1987, Mbak Lies tidak membuka cabang, jadi kalau mau makan Selat Solo Mbak Lies, ya harus datang ke Serengan.

Papan Petunjuk ke Warung Selat Mbak Lies
Setelah sampai di TKP, jangan bingung karena Warung Selat Mbak Lies terdiri dari beberapa tempat. Ya, Mbak Lies menggunakan beberapa rumah sebagai tempat makan, karena peminat Selat Solo buatannya terus bertambah, dan kadang-kadang datang secara berombongan. Namun setiap tempat punya ciri khas yang serupa, yaitu banyaknya pernak pernik dari keramik. Pernak-pernik berukuran kecil diletakkan sebagai hiasan dinding dan meja, sedangkan beberapa guci berukuran besar diletakkan di sudut-sudut ruangan sebagai pemanis ruangan. Ruangan yang nyaman ini juga dilengkapi ilustrasi musik campur sari khas Jawa Tengah. Di dinding terpasang foto para selebriti yang pernah makan di Warung Selat Mbak Lies, mulai dari para artis, pejabat, hingga mantan pejabat.

Suasana di Warung Selat Mbak Lies
Menu Selat yang dijual Mbak Lies ada 2 macam varian, yaitu Selat Bestik dan Selat Galantine. Perbedaannya adalah kalau Selat Bestik menggunakan potongan daging, kalau Selat Galantine menggunakan galantine atau rolade daging. Untuk varian Selat Galantine, kita bisa minta kuah segar seperti Selat Bestik, atau kuah saos yang berwarna merah. Favorit saya adalah Selat Bestik, yang terdiri dari potongan daging dilengkapi dengan buncis, wortel, kentang, telur, kacang polong, irisan bawang mentah, dan sedikit saus mustard, disiram kuah bening yang segar. Semua bahan-bahan ini memberikan paduan rasa yang unik antara manis, asam, gurih, dan segar. Untuk menikmati Selat Segar Mbak Lies, datanglah sebelum jam 5 sore, karena setelah jam 5 sore biasanya selatnya sudah habis.

Selat Bestik
Bagi yang sudah sering mencoba selat segar dan ingin mencoba makanan lain, Mbak Lies juga menyediakan menu-menu lain, seperti sup matahari (sejenis selat dengan telur yang dibentuk seperti bunga), timlo, sup galantin, sup manten, gado-gado, tahu acar, dan setup macaroni. Sebagai pelengkap khususnya saat cuaca Solo sedang panas, Anda bisa memesan es beras kencur atau es tape ijo. Anda juga bisa memesan es degan (kelapa muda) yang ditambah sirup, gula pasir, atau gula jawa.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 3.
 Lomba Blog Wisata Jateng 3


Thursday, June 4, 2015

Bersama Penyu di Pulau Serangan

"Sendiri aja, Mbak?" Ini pertanyaan klasik yang sering dilontarkan orang-orang ketika melihat saya solo traveling. Tapi bagi saya, solo traveling berarti kita bisa memilih pergi ke tempat yang benar-benar kita inginkan, tanpa "membebani" teman perjalanan kita. Solo traveling juga memungkinkan kita memakaimalkan interaksi dengan lingkungan yang kita sambangi. Akan lebih baik lagi jika interaksi kita dapat memberikan manfaat baik bagi kita maupun lingkungan yang kita kunjungi. Seperti yang saya lakukan hari ini di Bali.

Di solo traveling kali ini saya memilih untuk datang ke Turtle Conservation and Education Center di Pulau Serangan. Karena tidak ada kendaraan umum yang lewat di depan tempat tersebut, saya menyewa mobil untuk mencapai tempat ini. Eh, tunggu dulu, ke Pulau Serangan naik mobil? Ya, Pulau Serangan semula terpisah dari Pulau Bali, dan hanya bisa dicapai dengan perahu dari Tanjung Benoa. Pada dekade 1990-an, pulau ini direklamasi oleh sekelompok investor dengan tujuan untuk dijadikan resort, sehingga pulau ini kemudian “menyatu” dengan Bali. Akibat pergantian rezim di tahun 1998, berakhir pula proses pembangunan resort, membuat pulau ini sempat terbengkalai. Saat ini Pulau Serangan kembali dikembangkan untuk olahraga air, seperti kayak, main perahu, atau paralayang.

Selamat Datang di Pusat Konservasi Penyu
Penangkaran Penyu di Pulau Serangan telah didirikan sejak tahun 2004. Semula tempat ini didanai oleh WWF, namun karena dinilai sudah bisa mandiri, maka pengelolaan tempat ini diserahkan pada Desa Pakraman Serangan. Pertama kali saya dibawa oleh Made Ki, salah satu petugas di kawasan konservasi, untuk melihat kandang tetas telur penyu. Menurut Made Ki, telur penyu yang ditetaskan di tempat ini berasal dari beberapa tempat, di antaranya Pulau Serangan, Pantai Jumpai (Klungkung), Pantai Intercon (Jimbaran), Pantai Saba (Gianyar), dan Padang Bai (Karangasem). Telur-telur ini dibawa oleh para nelayan yang telah mendapat pengarahan agar menyelamatkan telur penyu dari sarang untuk dibawa ke pusat konservasi.

Kandang Tetas
Para petugas konservasi, termasuk Made Ki, umumnya dapat membedakan telur penyu berdasarkan bentuknya. Jika bentuknya kecil seperti bola pingpong adalah telur penyu lekang, sedangkan jika bentuknya agak besar adalah telur penyu hijau. Saya beruntung bisa melihat salah satu telur yang baru saja menetas. Biasanya tukik (bayi penyu) yang baru lahir kemudian diletakkan di atas tumpukan pasir selama 1 hari, menunggu ari-ari mereka kering. Setelah ari-ari mereka kering, tukik baru dilepas di kolam penangkaran dan diberi makan sisa tulang ikan dan rumput laut. Saat tukik berusia 1 bulan, mereka akan dilepas kembali ke laut.

Para Tukik Yang Ditangkarkan
Di deretan kolam penangkaran, Made Ki menunjukkan beberapa kolam yang diisolasi. Di dalam kolam ini terlihat beberapa penyu yang bagian tempurung belakangnya tidak sempurna. Menurut Made Ki, penyu-penyu ini tidak cacat dari lahir. Bagiam tempurungnya tidak sempurna akibat perebutan makanan dengan teman-temannya, sehingga beberapa ekor penyu yang lebih kuat akan mengkanibal temannya sendiri. Duh, saya seperti disadarkan, walaupun kita berupaya untuk menjaga kelestarian penyu-penyu ini, namun sampai kapan pun manusia tidak akan bisa menghentikan hukum alam…

Pusat Konservasi Penyu juga memiliki beberapa ekor penyu dewasa, yang sengaja mereka pelihara untuk menunjukkan bentuk penyu ketika dewasa kepada pengunjung. Di dalam kolam yang dibentuk seperti penyu, Made Ki menunjukkan terdapat 3 spesies penyu yang ditangkarkan di konservasi ini, yaitu penyu hijau, penyu sisik, dan penyu lekang. Orang awam seperti saya agak sulit membedakan setiap spesies penyu, apalagi mereka memiliki ukuran dan penampilan yang serupa satu sama lain, ditambah mereka terus menerus bergerak di dalam kolam. Penyu-penyu ini berusia rata-rata 10 tahun, dan akan dilepas ke alam saat mereka mencapai usia reproduksi. Menurut Made Ki, proses reproduksi penyu memakan waktu berhari-hari, dan kondisi ini tidak bisa direkayasa di tempat penangkaran.

Dua Ekor Penyu Dewasa
Made Ki menawarkan kepada saya barangkali saya mau berpartisipasi dalam program adopsi tukik. Berbeda dengan adopsi anjing atau kucing di mana kita bisa membawa mereka pulang ke rumah, program adopsi tukik tidak demikian. Dengan membayar Rp 50.000, kita "mengganti" biaya perawatan, kemudian membawa tukik tersebut ke Pantai Penyu untuk dilepas ke lautan. Karena tidak tega kalau hanya melepas satu tukik ke pantai untuk dilepas, saya tetap memberikan donasi, namun saya tidak bermaksud melepas tukik tersebut ke pantai. Bagi saya, sekecil apa pun donasi yang saya berikan, mudah-mudahan dapat berarti bagi kelestarian para penyu.

Selain Pusat Konservasi Penyu, Bali juga memiliki banyak tempat-tempat menarik lainnya yang bisa dikunjungi dan dinikmati dengan solo traveling. Ada pantai-pantai cantik yang masing-masing memiliki keunikan, mulai dari Pantai Sanur dengan panorama sunrisenya sampai Pantai Kuta dengan segala hingar bingarnya menjelang sunset. Ada museum-museum dan bangunan-bangunan unik yang menanti untuk dikunjungi dan dieksplorasi, mulai dari Museum Subak, Museum Antonio Blanco, Bale Gili Kerthagosa, Tirta Gangga, dan Taman Ujung Sukasada. Masih belum puas solo travelingnya? Kunjungi juga berbagai desa wisata di Bali, seperti Desa Tenganan, Desa Belimbing, dan desa-desa wisata lainnya.


Tulisan ini diikutkan dalam lomba “Travelio #YourTripYourPrice Solo Traveling Blog Competition” yang di-host oleh wiranurmansyah.com dan disponsori oleh Travelio.com. Tulisan sudah diedit kembali sebagai referensi materi training Travel Writing online.