Tuesday, July 23, 2013

Menikmati “Little Nederland” di Semarang



Semarang, ibu Kota provinsi Jawa Tengah. Kota tua di pantai utara Jawa ini tumbuh seiring dengan majunya perdagangan komoditas perkebunan di masa kolonial Belanda. Perkembangannya didukung dengan pembangunan De Grote Postweg di awal abad 19 yang membentang antara Anyer hingga Panarukan, melewati Semarang.

Sebagai salah satu pusat perdagangan VOC di pantai utara Jawa, tak mengherankan jika Semarang memiliki berbagai peninggalan arsitektur dari masa kolonial Belanda, yang terkonsentrasi di Kelurahan Bandarharjo, Semarang Utara. Kawasan yang dikenal dengan nama “Outstadt” ini dipenuhi dengan bangunan bergaya arsitektur khas Eropa, yang mengingatkan sebagian orang dengan suasana negeri Belanda di masa lalu. Tak heran jika Kawasan Kota Tua ini kemudian dijuluki “Little Nederland”.

Titik awal untuk masuk ke kawasan “Little Nederland” adalah Stasiun Semarang Tawang. Stasiun Induk Kota Semarang ini merupakan stasiun kereta api besar tertua di Indonesia, setelah Stasiun Semarang Gudang (yang saat ini sudah tidak berfungsi). Stasiun Tawang mulai digunakan sejak 1868, namun bangunan yang sekarang terlihat adalah bangunan hasil renovasi tahun 1911. Di depan stasiun Tawang terdapat kolam penampungan air atau Polder Tawang, yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi air di Semarang, terutama saat terjadi banjir rob yang sering melanda kawasan Semarang Utara.

Stasiun Tawang dilihat dari seberang Polder Tawang

Dari Stasiun Tawang, Anda bisa masuk melalui Jl. Merak atau Jl. Cendrawasih. Jika melalui Jl. Cendrawasih, Anda akan menemui Gedung Marabunta. Ciri gedung ini adalah dua buah patung semut Marabunta (semut merah raksasa) yang terletak di atap gedung.  Bangunan ini adalah replika gedung Komedi Stadschouwburg, yang semula berdiri di atas lahan yang sama. Gedung Komedi Stadschouwburg menjadi terkenal karena pernah menjadi tempat pementasan Mata Hari, seorang penari eksotis berkebangsaan Belanda yang dituduh menjadi mata-mata Jerman pada Perang Dunia I. Jika Anda masuk ke dalamnya terasa seperti memasuki lorong waktu, karena interior bangunan masih mempertahankan interior asli gedung Komedi Stadschouwburg, terutama bagian lantai dan langit-langitnya yang masih terbuat dari kayu.

Gedung Marabunta
 Sebelum berbelok Jl. Letjen Suprapto, Anda akan melihat satu-satunya toko oleh-oleh di kawasan Kota Tua Semarang, yaitu Wingko Babat Cap Kereta Api. Walau dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang, wingko yang terbuat dari kelapa ini sebenarnya berasal dari Kota Babat, Jawa Timur. Wingko Babat Cap Kereta Api merupakan produsen wingko pertama di Semarang, yang didirikan oleh Loe Lan Hwa dan The Ek Tjong. Di toko Wingko Babat Cap Kereta Api, selain membeli wingko, Anda bisa membeli oleh-oleh khas Semarang lainnya.

Wingko Babat Cap Kereta Api


Lanjutkan perjalanan Anda menelusuri Jl. Letjen Suprapto menuju Gereja Blenduk. Ikon Little Nederland dengan nama resmi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel ini tidak memiliki pagar, sehingga seolah menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Bangunan beratap kubah yang kita lihat sekarang merupakan hasil renovasi pada tahun 1895, dengan gaya arsitektur Pseudo Baroque. Gereja ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah. Di luar jam-jam ibadah, Anda bisa melihat ke dalam dengan meminta tolong kepada petugas, dan membayar biaya kebersihan sebesar Rp 10.000 per orang. Namun jika Anda tidak ingin masuk, menikmati suasana sejuk di Taman Srigunting yang terletak bersebelahan dengan Gereja Blenduk pun sudah cukup menarik.

Gereja Blenduk


Tulisan ini disertakan dalam http://www.voucherhotel.com/travel/kontes/

No comments: